Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses
utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi
ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan
menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi,
keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh
dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi
dan antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara
seksual, kombinasi gen
yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi
genetika, yang dapat
meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan
terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.
Evolusi
didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan
sifat terwaris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi
organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang
merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu dengan
sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga
lebih banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang
menguntungkan ini. Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang
terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam. Sementara itu,
hanyutan genetik (Bahasa Inggris: Genetic Drift) merupakan sebuah proses
bebas yang menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi.
Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sifat akan
diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun
perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil, perubahan ini
akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada organisme.
Proses ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru. Dan sebenarnya, kemiripan antara
organisme yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan bahwa semua
spesies yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui proses
divergen yang terjadi secara perlahan ini.
Dokumentasi
fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan biologi
evolusioner. Cabang ini
juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman
hayati
organisme-organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad
ke-19 bahwa spesies berubah dari waktu ke waktu. Namun, mekanisme yang
mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi tahun 1859
oleh Charles Darwin, On
the Origin of Species yang menjelaskan dengan detail teori evolusi melalui seleksi alam. Karya Darwin dengan segera
diikuti oleh penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah. Pada tahun 1930,
teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisan Mendel, membentuk sintesis
evolusi modern, yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme
evolusi (seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong
riset yang secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini
telah menjadi prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara
lebih menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di bumi.[9][10][13]
Meskipun teori
evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi
evolusioner telah berakar
sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi
pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi
karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas komunitas
sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.
Sejarah pemikiran evolusi
Alfred Wallace, dikenal sebagai Bapak Biogeografi
Evolusi
Pemikiran-pemikiran
evolusi seperi nenek moyang
bersama dan transmutasi
spesies telah ada
paling tidak sejak abad ke-6 SM ketika hal ini dijelaskan secara rinci oleh
seorang filsuf Yunani, Anaximander.[ Beberapa orang
dengan pemikiran yang sama meliputi Empedokles, Lucretius, biologiawan Arab Al Jahiz, filsuf Persia Ibnu Miskawaih, Ikhwan As-Shafa, dan filsuf Cina Zhuangzi.[18] Seiring dengan berkembangnya pengetahuan biologi pada
abad ke-18, pemikiran evolusi mulai ditelusuri oleh beberapa filsuf seperti Pierre
Maupertuis pada tahun
1745 dan Erasmus Darwin pada tahun 1796.] Pemikiran biologiawan Jean-Baptiste
Lamarck tentang transmutasi
spesies memiliki
pengaruh yang luas. Charles Darwin merumuskan pemikiran seleksi alamnya pada tahun 1838 dan masih mengembangkan teorinya pada
tahun 1858 ketika Alfred Russel
Wallace mengirimkannya
teori yang mirip dalam suratnya "Surat dari Ternate". Keduanya diajukan ke Linnean
Society of London sebagai dua karya yang terpisah. Pada akhir tahun 1859, publikasi Darwin, On
the Origin of Species, menjelaskan seleksi alam secara mendetail dan
memberikan bukti yang mendorong penerimaan luas evolusi dalam komunitas ilmiah.
Perdebatan
mengenai mekanisme evolusi terus berlanjut, dan Darwin tidak dapat menjelaskan
sumber variasi terwariskan yang diseleksi oleh seleksi alam. Seperti Lamarck,
ia beranggapan bahwa orang tua mewariskan adaptasi yang diperolehnya selama
hidupnya,teori yang kemudian disebut sebagai Lamarckisme
.Pada tahun 1880-an, eksperimen August Weismann mengindikasikan bahwa perubahan ini tidak diwariskan,
dan Lamarkisme berangsur-angsur ditinggalkan. Selain itu, Darwin tidak dapat
menjelaskan bagaimana sifat-sifat diwariskan dari satu generasi ke generasi
yang lain. Pada tahun 1865, Gregor Mendel menemukan bahwa pewarisan sifat-sifat dapat diprediksi. Ketika karya Mendel
ditemukan kembali pada tahun 1900-an, ketidakcocokan atas laju evolusi yang
diprediksi oleh genetikawan dan biometrikawan meretakkan hubungan model evolusi Mendel dan Darwin.
Walaupun
demikian, adalah penemuan kembali karya Gregor Mendel mengenai genetika (yang
tidak diketahui oleh Darwin dan Wallace) oleh Hugo de Vries dan lainnya pada awal 1900-an yang memberikan dorongan
terhadap pemahaman bagaimana variasi terjadi pada sifat tumbuhan dan hewan.
Seleksi alam menggunakan variasi tersebut untuk membentuk keanekaragaman
sifat-sifat adaptasi yang terpantau pada organisme hidup. Walaupun Hugo de Vries dan genetikawan pada awalnya sangat kritis terhadap
teori evolusi, penemuan kembali genetika dan riset selanjutnya pada akhirnya
memberikan dasar yang kuat terhadap evolusi, bahkan lebih meyakinkan daripada
ketika teori ini pertama kali diajukan.
Kontradiksi
antara teori evolusi Darwin melalui seleksi alam dengan karya Mendel disatukan
pada tahun 1920-an dan 1930-an oleh biologiawan evolusi seperti J.B.S. Haldane, Sewall Wright, dan terutama Ronald Fisher, yang menyusun dasar-dasar genetika populasi. Hasilnya adalah kombinasi evolusi melalui
seleksi alam dengan pewarisan Mendel menjadi sintesis
evolusi modern. Pada tahun 1940-an, identifikasi DNA sebagai bahan genetika oleh Oswald
Avery dkk. beserta
publikasi struktur DNA oleh James Watson dan Francis Crick pada tahun 1953, memberikan dasar fisik pewarisan ini.
Sejak saat itu, genetika dan biologi molekuler menjadi inti biologi
evolusioner dan telah
merevolusi filogenetika.
Pada awal
sejarahnya, biologiawan evolusioner utamanya berasal dari ilmuwan yang
berorientasi pada bidang taksonomi. Seiring dengan berkembangnya sintesis
evolusi modern, biologi evolusioner menarik lebih banyak ilmuwan dari bidang
sains biologi lainnya.[12] Kajian biologi evolusioner masa kini melibatkan ilmuwan
yang berkutat di bidang biokimia, ekologi, genetika, dan fisiologi. Konsep evolusi juga digunakan lebih lanjut pada bidang
seperti psikologi, pengobatan, filosofi, dan ilmu komputer.
Dasar genetik evolusi
Struktur DNA. Basa nukleotida berada di tengah, dikelilingi oleh rantai fosfat-gula
dalam bentuk heliks
ganda.
Evolusi
organisme terjadi melalui perubahan pada sifat-sifat yang terwariskan. Warna mata pada manusia, sebagai contohnya,
merupakan sifat-sifat yang terwariskan ini. Sifat terwariskan dikontrol oleh gen dan keseluruhan gen dalam suatu genom organisme disebut sebagai genotipe.
Keseluruhan
sifat-sifat yang terpantau pada perilaku dan struktur organisme disebut sebagai
fenotipe. Sifat-sifat ini berasal dari interaksi genotipe dengan
lingkungan. Oleh karena itu, tidak setiap aspek fenotipe organisme diwariskan.
Kulit berwarna gelap yang dihasilkan dari penjemuran matahari berasal dari
interaksi antara genotipe seseorang dengan cahaya matahari; sehingga warna
kulit gelap ini tidak akan diwarisi ke keturunan orang tersebut. Walaupun
begitu, manusia memiliki respon yang berbeda terhadap cahaya matahari, dan ini
diakibatkan oleh perbedaan pada genotipenya. Contohnya adalah individu dengan
sifat albino yang kulitnya tidak akan menggelap dan sangat sensitif
terhadap sengatan matahari. Sifat-sifat terwariskan diwariskan antar generasi
via DNA, sebuah molekul yang dapat menyimpan informasi genetika.DNA merupakan
sebuah polimer yang terdiri dari empat jenis basa nukleotida. Urutan basa pada molekul DNA tertentu menentukan
informasi genetika. Bagian molekul DNA yang menentukan sebuah satuan fungsional
disebut gen; gen yang berbeda mempunyai urutan basa yang berbeda.
Dalam sel, unting DNA yang panjang berasosiasi dengan protein,
membentuk struktur padat yang disebut kromosom. Lokasi spesifik pada sebuah kromosom dikenal sebagai lokus. Jika urutan DNA pada sebuah lokus bervariasi antar
individu, bentuk berbeda pada urutan ini disebut sebagai alel. Urutan DNA dapat berubah melalui mutasi, menghasilkan alel yang baru. Jika mutasi terjadi pada
gen, alel yang baru dapat memengaruhi sifat individu yang dikontrol oleh gen,
menyebabkan perubahan fenotipe organisme. Walaupun demikian, manakala contoh
ini menunjukkan bagaimana alel dan sifat bekerja pada beberapa kasus,
kebanyakan sifat lebih kompleks dan dikontrol oleh interaksi
banyak gen.
Variasi
Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan
dari genotipe dan pengaruh lingkungan organisme tersebut. Variasi
fenotipe yang substansial pada sebuah populasi diakibatkan oleh perbedaan
genotipenya. Sintesis
evolusioner modern mendefinisikan evolusi sebagai perubahan dari waktu ke waktu pada variasi
genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan berfluktuasi, menjadi lebih umum
atau kurang umum relatif terhadap bentuk lain gen itu. Gaya dorong evolusioner
bekerja dengan mendorong perubahan pada frekuensi alel ini ke satu arah atau
lainnya. Variasi menghilang ketika sebuah alel mencapai titik fiksasi, yakni ketika ia menghilang dari suatu
populasi ataupun ia telah menggantikan keseluruhan alel leluhur.
Variasi berasal
dari mutasi bahan genetika, migrasi antar populasi (aliran gen), dan perubahan susunan gen melalui reproduksi
seksual. Variasi juga
datang dari tukar ganti gen antara spesies yang berbeda; contohnya melalui transfer
gen horizontal pada bakteria dan hibridisasi pada tanaman.[35] Walaupun terdapat variasi yang terjadi secara terus
menerus melalui proses-proses ini, kebanyakan genom spesies adalah identik pada seluruh individu spesies
tersebut. Namun, bahkan perubahan kecil pada genotipe dapat mengakibatkan
perubahan yang dramatis pada fenotipenya. Misalnya simpanse dan manusia hanya
berbeda pada 5% genomnya.
Mutasi
Penggandaan
pada kromosom
Variasi
genetika berasal dari mutasi acak yang terjadi pada genom organisme. Mutasi
merupakan perubahan pada urutan DNA sel genom dan diakibatkan oleh radiasi, virus, transposon, bahan kimia mutagenik, serta kesalahan selama proses meiosis ataupun replikasi DNA. Mutagen-mutagen ini menghasilkan beberapa jenis
perubahan pada urutan DNA. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan produk gen, mencegah gen berfungsi, atupun tidak menghasilkan efek
sama sekali. Kajian pada lalat Drosophila
melanogaster menunjukkan bahwa jika sebuah mutasi mengubah protein yang dihasilkan oleh
sebuah gen, 70% mutasi ini memiliki efek yang merugikan dan sisanya netral
ataupun sedikit menguntungkan.Oleh karena efek-efek merugikan mutasi terhadap
sel, organisme memiliki mekanisme reparasi DNA untuk menghilangkan mutasi. Oleh karena itu, laju mutasi
yang optimal untuk sebuah spesies merupakan kompromi bayaran laju mutasi tinggi
yang merugikan, dengan bayaran metabolik sistem mengurangi laju mutasi, seperti enzim reparasi
DNA. Beberapa spesies seperti retrovirus memiliki laju mutasi yang tinggi, sedemikian rupanya
keturunannya akan memiliki gen yang bermutasi. Mutasi cepat seperti ini dipilih
agar virus ini dapat secara konstan dan cepat berevolusi, sehingga dapat
menghindari respon sistem immun manusia.
Mutasi dapat
melibatkan duplikasi fragmen DNA yang besar, yang merupakan sumber utama bahan
baku untuk gen baru yang berevolusi, dengan puluhan sampai ratusan gen
terduplikasi pada genom hewan setiap satu juta tahun. Kebanyakan gen merupakan
bagian dari famili
gen leluhur yang sama yang lebih besar.
Gen dihasilkan
oleh beberapa metode, umumnya melalui duplikasi dan mutasi gen leluhur ataupun
dengan merekombinasi bagian gen yang berbeda, membentuk kombinasi baru dengan
fungsi yang baru. Sebagai contoh, mata manusia menggunakan empat gen untuk
menghasilkan struktur yang dapat merasakan cahaya: tiga untuk sel kerucut, dan satu untuk sel
batang;
keseluruhannya berasal dari satu gen leluhur tunggal. Keuntungan duplikasi gen
(atau bahkan keseluruhan genom) adalah bahwa tumpang tindih atau fungsi
berlebih pada gen ganda mengijinkan alel-alel dipertahankan (jika tidak akan
membahayakan), sehingga meningkatkan keanekaragaman genetika.
Perubahan pada
bilangan kromosom dapat melibatkan mutasi yang bahkan lebih besar, dengan
segmen DNA dalam kromosom terputus kemudian tersusun kembali. Sebagai contoh,
dua kromosom pada genus Homo bersatu membentuk kromosom 2 manusia; pernyatuan ini tidak terjadi
pada garis keturunan kera lainnya, dan tetap dipertahankan
sebagai dua kromosom terpisah. Peran paling penting penataan ulang kromosom ini
pada evolusi kemungkinan adalah untuk mempercepat divergensi populasi menjadi
spesies baru dengan membuat populasi tidak saling berkembang biak, sehingga
mempertahankan perbedaan genetika antara populasi ini.
Urutan DNA yang
dapat berpindah pada genom, seperti transposon, merupakan bagian utama pada bahan genetika tanaman dan
hewan, dan dapat memiliki peran penting pada evolusi genom. Sebagai contoh,
lebih dari satu juta kopi urutan
Alu terdapat pada genom manusia, dan urutan-urutan ini telah digunakan untuk menjalankan
fungsi seperti regulasi ekspresi gen. Efek lain dari urutan DNA yang bergerak ini adalah
ketika ia berpindah dalam suatu genom, ia dapat memutasikan atau mendelesi gen
yang telah ada, sehingga menghasilkan keanekaragaman genetika.
Jenis kelamin dan rekombinasi
Pada organisme
aseksual, gen diwariskan bersama, atau ditautkan, karena ia tidak dapat
bercampur dengan gen organisme lain selama reproduksi. Keturunan organisme
seksual mengandung campuran acak kromosom leluhur yang dihasilkan melalui pemilahan bebas. Pada proses rekombinasi
genetika terkait,
organisme seksual juga dapat bertukarganti DNA antara dua kromosom yang
berpadanan. Rekombinasi dan pemilahan ulang tidak mengubahan
frekuensi alel, namun mengubah alel mana yang diasosiasikan satu sama lainnya,
menghasilkan keturunan dengan kombinasi alel yang baru.Manakala proses ini meningkatkan variasi pada keturunan
individu apapun, pencampuran genetika dapat diprediksi untuk tidak menghasilkan
efek, meningkatkan, ataupun mengurangi variasi
genetika pada populasi,
bergantung pada bagaimana ragam alel pada populasi tersebut terdistribusi.
Sebagai contoh, jika dua alel secara acak terdistribusi pada sebuah populasi,
maka jenis kelamin tidak akan memberikan efek pada variasi. Namun, jika dua
alel cenderung ditemukan sebagai satu pasang, maka pencampuran genetika akan
menyeimbangkan distribusi tak-acak ini, dan dari waktu ke waktu membuat
organisme pada populasi menjadi lebih mirip satu sama lainnya Efek keseluruhan jenis kelamin pada variasi alami
tidaklah jelas, namun riset baru-baru ini menunjukkan bahwa jenis kelamin
biasanya meningkatkan variasi genetika dan dapat meningkatkan laju evolusi.
Rekombinasi
mengijinkan alel sama yang berdekatan satu sama lainnya pada unting DNA
diwariskan secara bebas. Namun laju rekombinasi adalah rendah, karena pada manusia
dengan potongan satu juta pasangan basa DNA, terdapat satu di antara seratus peluang kejadian
rekombinasi terjadi per generasi. Akibatnya, gen-gen yang berdekatan pada kromosom
tidak selalu disusun ulang menjauhi satu sama lainnya, sehingga cenderung
diwariskan bersama. Kecenderungan ini diukur dengan menemukan bagaimana
sering dua alel gen yang berbeda ditemukan bersamaan, yang disebut sebagai ketakseimbangan pertautan (linkage disequilibrium). Satu
set alel yang biasanya diwariskan bersama sebagai satu kelompok disebut sebagai
haplotipe.
Reproduksi
seksual membantu menghilangkan mutasi yang merugikan dan mempertahankan mutasi
yang menguntungkan. Sebagai akibatnya, ketika alel tidak dapat dipisahkan
dengan rekombinasi (misalnya kromosom Y mamalia yang diwariskan dari ayah ke anak laki-laki),
mutasi yang merugikan berakumulasi. Selain itu, rekombinasi dan pemilahan ulang
dapat menghasilkan individu dengan kombinasi gen yang baru dan menguntungkan.
Efek positif ini diseimbangkan oleh fakta bahwa proses ini dapat menyebabkan
mutasi dan pemisahan kombinasi gen yang menguntungkan.
Genetika populasi
Dari sudut
pandang genetika, evolusi ialah perubahan pada frekuensi alel dalam populasi
yang saling berbagi lungkang gen (gene pool) dari generasi yang satu ke
generasi yang lain. Sebuah populasi merupakan kelompok individu terlokalisasi yang merupakan
spesies yang sama. Sebagai contoh, semua ngengat dengan spesies yang sama yang
hidup di sebuah hutan yang terisolasi mewakili sebuah populasi. Sebuah gen
tunggal pada populasi ini dapat mempunyai bentuk-bentuk alternatif yang
bertanggung jawab terhadap variasi antar fenotipe organisme. Contohnya adalah
gen yang bertanggung jawab terhadap warna ngengat mempunyai dua alel: hitam dan
putih. Lungkang gen merupakan keseluruhan set alel pada
sebuah populasi tunggal, sehingga tiap alel muncul pada lungkang gen beberapa
kali. Fraksi gen dalam lungkang gen yang merupakan alel tertentu disebut
sebagai frekuensi alel. Evolusi terjadi ketika terdapat
perubahan pada frekuensi alel dalam sebuah populasi organisme yang saling
berkembangbiak; sebagai contoh alel untuk warna hitam pada populasi ngengat
menjadi lebih umum.
Untuk memahami
mekanisme yang menyebabkan sebuah populasi berevolusi, adalah sangat berguna
untuk memperhatikan kondisi-kondisi apa saja yang diperlukan oleh suatu
populasi untuk tidak berevolusi. Asas
Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel (variasi pada sebuah gen) pada sebuah
populasi yang cukup besar akan tetap konstan jika gaya dorong yang terdapat
pada populasi tersebut hanyalah penataan ulang alel secara acak selama
pembentukan sperma atau sel telur dan kombinasi acak alel sel kelamin ini
selama pembuahan. Populasi seperti ini dikatakan sebagai dalam kesetimbangan
Hardy-Weinberg dan tidak berevolusi.
Aliran gen
Singa jantan meninggalkan kelompok tempat ia lahir, dan menuju
ke kelompok yang baru untuk berkawin. Hal ini menyebabkan aliran gen antar
kelompok singa.
Aliran gen merupakan pertukaran gen antar
populasi, yang biasanya merupakan spesies yang sama. Contoh aliran gen dalam
sebuah spesies meliputi migrasi dan perkembangbiakan organisme atau pertukaran serbuk sari. Transfer gen antar spesies meliputi pembentukan
organisme hibrid dan transfer
gen horizontal.
Migrasi ke
dalam atau ke luar populasi dapat mengubah frekuensi alel, serta menambah
variasi genetika ke dalam suatu populasi. Imigrasi dapat menambah bahan
genetika baru ke lungkang gen yang telah ada pada suatu populasi.
Sebaliknya, emigrasi dapat menghilangkan bahan genetika. Karena pemisahan reproduksi antara dua populasi yang berdivergen
diperlukan agar terjadi spesiasi, aliran gen dapat memperlambat proses
ini dengan menyebarkan genetika yang berbeda antar populasi. Aliran gen
dihalangi oleh barisan gunung, samudera, dan padang pasir. Bahkan bangunan
manusia seperti Tembok Raksasa
Cina dapat
menghalangi aliran gen tanaman.
Bergantung dari
sejauh mana dua spesies telah berdivergen sejak leluhur bersama terbaru mereka,
adalah mungkin kedua spesies tersebut menghasilkan keturunan, seperti pada kuda dan keledai yang hasil perkawinan campurannya
menghasilkan bagal. Hibrid tersebut biasanya mandul, oleh karena dua set kromosom yang berbeda tidak dapat
berpasangan selama meiosis. Pada kasus ini, spesies yang berhubungan dekat
dapat secara reguler saling kawin, namun hibrid yang dihasilkan akan terseleksi
keluar, dan kedua spesies ini tetap berbeda. Namun, hibrid yang berkemampuan
berkembang biak kadang-kadang terbentuk, dan spesies baru ini dapat memiliki
sifat-sifat antara kedua spesies leluhur ataupun fenotipe yang secara
keseluruhan baru. Pentingnya hibridisasi dalam pembentukan spesies baru hewan
tidaklah jelas, walaupun beberapa kasus telah ditemukan pada banyak jenis
hewan, Hyla versicolor merupakan contoh hewan yang telah
dikaji dengan baik. Hibridisasi merupakan cara spesiasi yang penting pada
tanaman, karena poliploidi (memiliki lebih dari dua kopi pada
setiap kromosom) dapat lebih ditoleransi pada tanaman dibandingkan hewan.
Poliploidi sangat penting pada hibdrid karena ia mengijinkan reproduksi, dengan
dua set kromosom yang berbeda, tiap-tiap kromosom dapat berpasangan dengan
pasangan yang identik selama meiosis. Poliploid juga memiliki keanekaragaman
genetika yeng lebih, yang mengijinkannya menghindari depresi
penangkaran sanak (inbreeding depression) pada populasi yang kecil.
Transfer
gen horizontal merupakan transfer bahan genetika dari satu organisme ke organisme lainnya
yang bukan keturunannya. Hal ini paling umum terjadi pada bakteri. Pada bidang pengobatan, hal ini berkontribusi terhadap resistansi
antibiotik. Ketika satu
bakteri mendapatkan gen resistansi, ia akan dengan cepat mentransfernya ke
spesies lainnya.Transfer gen horizontal dari bakteri ke eukariota seperti
khamir Saccharomyces
cerevisiae dan kumbang Callosobruchus chinensis juga dapat terjadi. Contoh
transfer dalam skala besar adalah pada eukariota bdelloid
rotifers, yang
tampaknya telah menerima gen dari bakteri, fungi, dan tanaman. Virus juga dapat membawa DNA antar organisme, mengijinkan
transfer gen antar domain. Transfer gen berskala besar juga
telah terjadi antara leluhur sel eukariota dengan prokariota selama akuisisi kloroplas dan mitokondria.
Mekanisme
Mekanisme utama
untuk menghasilkan perubahan evolusioner adalah seleksi alam dan hanyutan genetika. Seleksi alam memfavoritkan gen yang
meningkatkan kapasitas keberlangsungan dan reproduksi. Hanyutan genetika
merupakan perubahan acak pada frekuensi alel, disebabkan oleh percontohan acak
(random sampling) gen generasi selama reproduksi. Aliran gen merupakan
transfer gen dalam dan antar populasi. Kepentingan relatif seleksi alam dan
hanyutan genetika dalam sebuah populasi bervariasi, tergantung pada kuatnya
seleksi dan ukuran
populasi efektif, yang merupakan jumlah individu yang berkemampuan untuk berkembang biak.
Seleksi alam biasanya mendominasi pada populasi yang besar, sedangkan hanyutan
genetika mendominasi pada populasi yang kecil. Dominansi hanyutan genetika pada
populasi yang kecil bahkan dapat menyebabkan fiksasi mutasi yang sedikit
merugikan. Karenanya, dengan mengubah ukuran populasi dapat secara dramatis
memengaruhi arah evolusi. Leher botol
populasi, di mana
populasi mengecil untuk sementara waktu dan kehilangan variasi genetika,
menyebabkan populasi yang lebih seragam. Leher botol disebabkan oleh perubahan
pada aliran gen, seperti migrasi yang menurun, ekspansi ke habitat yang baru, ataupun subdivisi populasi.
Seleksi alam
Seleksi alam populasi berwarna kulit gelap.
Seleksi alam adalah proses di mana mutasi genetika
yang meningkatkan keberlangsungan dan reproduksi suatu organisme menjadi (dan
tetap) lebih umum dari generasi yang satu ke genarasi yang lain pada sebuah
populasi. Ia sering disebut sebagai mekanisme yang "terbukti sendiri"
karena:
- Variasi terwariskan terdapat dalam populasi organisme.
- Organisme menghasilkan keturunan lebih dari yang dapat bertahan hidup
- Keturunan-keturunan ini bervariasi dalam kemampuannya bertahan hidup dan bereproduksi.
Kondisi-kondisi
ini menghasilkan kompetisi antar organisme untuk bertahan hidup dan
bereproduksi. Oleh sebab itu, organisme dengan sifat-sifat yang lebih
menguntungkan akan lebih berkemungkinan mewariskan sifatnya, sedangkan yang
tidak menguntungkan cenderung tidak akan diwariskan ke generasi selanjutnya.
Konsep pusat
seleksi alam adalah kebugaran evolusi organisme. Kebugaran evolusi mengukur
kontribusi genetika organisme pada generasi selanjutnya. Namun, ini tidaklah
sama dengan jumlah total keturunan, melainkan kebugaran mengukur proporsi
generasi tersebut untuk membawa gen sebuah organisme. Karena itu, jika sebuah
alel meningkatkan kebugaran lebih daripada alel-alel lainnya, maka pada tiap
generasi, alel tersebut menjadi lebih umum dalam populasi. Contoh-contoh sifat
yang dapat meningkatkan kebugaran adalah peningkatan keberlangsungan hidup dan fekunditas. Sebaliknya, kebugaran yang lebih rendah yang disebabkan
oleh alel yang kurang menguntungkan atau merugikan mengakibatkan alel ini
menjadi lebih langka. Adalah penting untuk diperhatikan bahwa kebugaran sebuah
alel bukanlah karakteristik yang tetap. Jika lingkungan berubah, sifat-sifat
yang sebelumnya bersifat netral atau merugikan bisa menjadi menguntungkan dan
yang sebelumnya menguntungkan bisa menjadi merugikan.
Seleksi alam
dalam sebuah populasi untuk sebuah sifat yang nilainya bervariasi, misalnya
tinggi badan, dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah seleksi berarah (directional selection), yang merupakan geseran
nilai rata-rata sifat dalam selang waktu tertentu, misalnya organisme cenderung
menjadi lebih tinggi.Kedua, seleksi pemutus (disruptive selection), merupakan seleksi nilai
ekstrem, dan sering mengakibatkan dua nilai yang berbeda menjadi lebih umum (dengan menyeleksi
keluar nilai rata-rata). Hal ini terjadi apabila baik organisme yang pendek
ataupun panjang menguntungkan, sedangkan organisme dengan tinggi menengah
tidak. Ketiga, seleksi pemantap (stabilizing selection), yaitu seleksi terhadap
nilai-nilai ektrem, menyebabkan penurunan variasi di sekitar nilai rata-rata.
Hal ini dapat menyebabkan organisme secara pelahan memiliki tinggi badan yang
sama.
Kasus khusus
seleksi alam adalah seleksi seksual, yang merupakan seleksi untuk sifat-sifat yang
meningkatkan keberhasilan perkawinan dengan meningkatkan daya tarik suatu
organisme. Sifat-sifat yang berevolusi melalui seleksi seksual utamanya
terdapat pada pejantan beberapa spesies hewan. Walaupun sifat ini dapat
menurunkan keberlangsungan hidup individu jantan tersebut (misalnya pada tanduk
rusa yang besar dan warna yang cerah dapat menarik predator), Ketidakuntungan
keberlangsungan hidup ini diseimbangkan oleh keberhasilan reproduksi yang lebih
tinggi pada penjantan.
Bidang riset
yang aktif dalam bidang biologi evolusi pada saat ini adalah satuan
seleksi, dengan
seleksi alam diajukan bekerja pada tingkat gen, sel, organisme individu,
kelompok organisme, dan bahkan spesies. Dari model-model ini, tiada yang
eksklusif, dan seleksi dapat bekerja pada beberapa tingkatan secara serentak.
Di bawah tingkat individu, gen yang disebut transposon berusaha menkopi dirinya
di seluruh genom. Seleksi pada tingkat di atas individu, seperti seleksi kelompok, dapat mengijinkan evolusi ko-operasi.
Hanyutan genetika
Simulasi hanyutan genetika 20 alel yang tidak bertaut pada jumlah
populasi 10 (atas) dan 100 (bawah). Hanyutan mencapai fiksasi lebih cepat pada
populasi yang lebih kecil.
Hanyutan
genetika atau ingsut genetik merupakan perubahan frekuensi alel dari satu
generasi ke generasi selanjutnya yang terjadi karena alel pada suatu keturunan
merupakan sampel acak (random sample) dari orang tuanya; selain itu ia
juga terjadi karena peranan probabilitas dalam penentuan apakah suatu individu
akan bertahan hidup dan bereproduksi atau tidak. Dalam istilah matematika, alel
berpotensi mengalami galat percontohan (sampling error). Karenanya,
ketika gaya dorong selektif tidak ada ataupun secara relatif lemah,
frekuensi-frekuensi alel cenderung "menghanyut" ke atas atau ke bawah
secara acak (langkah acak). Hanyutan ini berhenti ketika sebuah
alel pada akhirnya menjadi tetap, baik karena menghilang dari populasi, ataupun
menggantikan keseluruhan alel lainnya. Hanyutan genetika oleh karena itu dapat
mengeliminasi beberapa alel dari sebuah populasi hanya karena kebetulan saja.
Bahkan pada ketidadaan gaya selektif, hanyutan genetika dapat menyebabkan dua
populasi yang terpisah dengan stuktur genetik yang sama menghanyut menjadi dua
populasi divergen dengan set alel yang berbeda.
Waktu untuk
sebuah alel menjadi tetap oleh hanyutan genetika bergantung pada ukuran
populasi, dengan fiksasi terjadi lebih cepat dalam populasi yang lebih kecil.
Pengukuran populasi yang tepat adalah ukuran
populasi efektif, yakni didefinisikan oleh Sewall Wright sebagai bilangan teoretis yang mewakili jumlah individu
berkembangbiak yang akan menunjukkan derajat perkembangbiakan terpantau yang
sama.
Walaupun
seleksi alam bertanggung jawab terhadap adaptasi, kepentingan relatif seleksi
alam dan hanyutan genetika dalam mendorong perubahan evolusioner secara umum
merupakan bidang riset pada biologi evolusioner.Investigasi ini disarankan oleh
teori
evolusi molekuler netral, yang mengajukan bahwa kebanyakan perubahan evolusioner
merupakan akibat dari fiksasi mutasi
netral yang tidak
memiliki efek seketika pada kebugaran suatu organisme. Sehingga, pada model
ini, kebanyakan perubahan genetika pada sebuat populasi merupakan akibat dari
tekanan mutasi konstan dan hanyutan genetika.
Akibat evolusi
Evolusi
memengaruhi setiap aspek dari bentuk dan perilaku organisme. Yang paling
terlihat adalah adaptasi perilaku dan fisik yang diakibatkan oleh seleksi alam.
Adaptasi-adaptasi ini meningkatkan kebugaran dengan membantu aktivitas seperti
menemukan makanan, menghindari predator, dan menarik lawan jenis. Organisme
juga dapat merespon terhadap seleksi dengan berkooperasi satu sama lainnya,
biasanya dengan saling membantu dalam simbiosis. Dalam jangka waktu yang lama, evolusi menghasilkan
spesies yang baru melalui pemisahan populasi leluhur organisme menjadi kelompok
baru yang tidak akan bercampur kawin.
Akibat evolusi
kadang-kadang dibagi menjadi makroevolusi dan mikroevolusi. Makroevolusi adalah evolusi yang terjadi pada tingkat
di atas spesies, seperti kepunahan dan spesiasi. Sedangkan mikroevolusi adalah perubahan evolusioner yang kecil, seperti adaptasi yang terjadi dalam spesies atau populasi. Secara umum,
makroevolusi dianggap sebagai akibat jangka panjang dari mikroevolusi. Sehingga perbedaan antara mikroevolusi dengan
makroevolusi tidaklah begitu banyak terkecuali pada waktu yang terlibat dalam
proses tersebut. Namun, pada makroevolusi, sifat-sifat keseluruhan spesies
adalah penting. Misalnya, variasi dalam jumlah besar di antara individu
mengijinkan suatu spesies secara cepat beradaptasi terhadap habitat yang baru, mengurangi
kemungkinan terjadinya kepunahan. Sedangkan kisaran geografi yang luas
meningkatkan kemungkinan spesiasi dengan membuat sebagian populasi menjadi
terisolasi. Dalam pengertian ini, mikroevolusi dan makroevolusi dapat
melibatkan seleksi pada tingkat-tingkat yang berbeda, dengan mikroevolusi
bekerja pada gen dan organisme, versus makroevolusi yang bekerja pada
keseluruhan spesies dan memengaruhi laju spesiasi dan kepunahan.
Terdapat sebuah
miskonsepsi bahwa evolusi bersifat "progresif", namun seleksi alam
tidaklah memiliki tujuan jangka panjang dan tidak perlulah menghasilkan
kompleksitas yang lebih besar. Walaupun spesies kompleks berkembang dari evolusi, hal ini
terjadi sebagai efek samping dari jumlah organisme yang meningkat, dan bentuk
kehidupan yang sederhana tetap lebih umum. Sebagai contoh, mayoritas besar
spesies adalah prokariota mikroskopis yang membentuk setengah biomassa dunia walaupun bentuknya yang kecil, serta merupakan
mayoritas pada biodiversitas bumi. Organisme sederhana oleh karenanya merupakan
bentuk kehidupan yang dominan di bumi dalam sejarahnya sampai sekarang.
Kehidupan kompleks tampaknya lebih beranekaragam karena ia lebih mudah diamati.
Adaptasi
Adaptasi
merupakan struktur atau perilaku yang meningkatkan fungsi organ tertentu,
menyebabkan organisme menjadi lebih baik dalam bertahan hidup dan
bereproduksi.Ia diakibatkan oleh kombinasi perubahan acak dalam skala kecil
pada sifat organisme secara terus menerus yang diikuti oleh seleksi alam varian
yang paling cocok terhadap lingkungannya. Proses ini dapat menyebabkan
penambahan ciri-ciri baru ataupun kehilangan ciri-ciri leluhur. Contohnya
adalah adaptasi bakteri terhadap seleksi antibiotik melalui perubahan genetika yang menyebabkan resistansi
antibiotik. Hal ini dapat
dicapai dengan mengubah target obat ataupun meningkatkan aktivitas transporter
yang memompa obat keluar dari sel. Contoh lainnya adalah bakteri Escherichia coli yang berevolusi menjadi berkemampuan
menggunakan asam sitrat sebagai nutrien pada sebuah eksperimen laboratorium jangka panjang, ataupun Flavobacterium yang berhasil menghasilkan enzim yang
mengijinkan bakteri-bakteri ini tumbuh di limbah produksi nilon.
Namun, banyak
sifat-sifat yang tampaknya merupakan adapatasi sederhana sebenarnya merupakan eksaptasi, yakni struktur yang awalnya
beradaptasi untuk fungsi tertentu namun secara kebetulan memiliki fungsi-fungsi
lainnya dalam proses evolusi. Contohnya adalah cicak Afrika Holaspis
guentheri yang mengembangkan bentuk kepala yang sangat pipih untuk dapat
bersembunyi di celah-celah retakan, seperti yang dapat dilihat pada kerabat
dekat spesies ini. Namun, pada spesies ini, kepalanya menjadi sangat pipih,
sehingga hal ini membantu spesies tersebut meluncur dari pohon ke pohon. Contoh
lainnya adalah penggunaan enzim dari glikolisis dan metabolisme xenobiotik sebagai protein struktural yang
dinamakan kristalin (crystallin) dalam lensa mata organisme.
Kerangka paus balin, label a dan b merupakan tulang kaki sirip
yang merupakan adaptasi dari tulang kaki depan; sedangkan c
mengindikasikan tulang kaki vestigial.
Ketika adaptasi
terjadi melalui modifikasi perlahan pada stuktur yang telah ada, struktur
dengan organisasi internal dapat memiliki fungsi yang sangat berbeda pada
organisme terkait. Ini merupakan akibat dari stuktur leluhur yang diadaptasikan untuk berfungsi
dengan cara yang berbeda. Tulang pada sayap kelelawar sebagai contohnya, secara
struktural sama dengan tangan manusia dan sirip anjing laut oleh karena
struktur leluhur yang sama yang mempunyai lima jari. Ciri-ciri anatomi
idiosinkratik lainnya adalah tulang pada pergelangan panda yang terbentuk menjadi "ibu jari" palsu,
mengindikasikan bahwa garis keturunan evolusi suatu organisme dapat membatasi
adaptasi apa yang memungkinkan.
Selama
adaptasi, beberapa struktur dapat kehilangan fungsi awalnya dan menjadi struktur
vestigial. Struktur
tersebut dapat memiliki fungsi yang kecil atau sama sekali tidak berfungsi pada
spesies sekarang, namun memiliki fungsi yang jelas pada spesies leluhur atau
spesies lainnya yang berkerabat dekat. Contohnya meliputi pseudogen, sisa mata yang tidak berfungsi pada
ikan gua yang buta, sayap pada burung yang tidak dapat terbang, dan keberadaan
tulang pinggul pada ikan paus dan ular. Contoh stuktur vestigial pada manusia
meliputi geraham bungsu, tulang
ekor, dan umbai cacing (apendiks vermiformis).
Bidang
investigasi masa kini pada biologi
perkembangan evolusioner adalah perkembangan yang berdasarkan adaptasi dan
eksaptasi. Riset ini mengalamatkan asal muasal dan evolusi perkembangan embrio, dan bagaimana modifikasi perkembangan
dan proses perkembangan ini menghasilkan ciri-ciri yang baru. Kajian pada
bidang ini menunjukkan bahwa evolusi dapat mengubah perkembangan dan menghasilkan
struktur yang baru, seperti stuktur tulang embrio yang berkembang menjadi
rahang pada beberapa hewan daripada menjadi telinga tengah pada mamalia. Adalah
mungkin untuk struktur yang telah hilang selama proses evolusi muncul kembali
karena perubahan pada perkembangan gen, seperti mutasi pada ayam yang menyebabkan pertumbuhan gigi yang mirip dengan gigi
buaya. Adalah semakin jelas bahwa kebanyakan perubahan pada
bentuk organisme diakibatkan oleh perubahan pada tingkat dan waktu ekspresi
sebuah set kecil gen yang terpelihara.
Koevolusi
Interaksi antar
organisme dapat menghasilkan baik konflik maupuan koopreasi. Ketika interaksi
antar pasangan spesies, seperti patogen dengan inang atau predator dengan mangsanya, spesies-spesies ini mengembangkan set
adaptasi yang bersepadan. Dalam hal ini, evolusi satu spesies menyebabkan
adaptasi spesies ke-dua. Perubahan pada spesies ke-dua kemudian menyebabkan
kembali adaptasi spesies pertama. Siklus seleksi dan respon ini dikenal sebagai
koevolusi. Contohnya adalah produksi tetrodotoksin pada kadal air Taricha granulosa dan evolusi resistansi tetrodotoksin
pada predatornya, ular Thamnophis sirtalis. Pada pasangan predator-mangsa ini,
persaingan senjata evolusioner ini mengakibatkan kadar racun yang tinggi pada
mangsa dan resistansi racun yang tinggi pada predatornya.
Kooperasi
Namun, tidak
semua interaksi antar spesies melibatkan konflik. Pada kebanyakan kasus,
interaksi yang saling menguntungkan berkembang. Sebagai contoh, kooperasi ekstrem
yang terdapat antara tanaman dengan fungi
mycorrhizal yang tumbuh di
akar tanaman dan membantu tanaman menyerap nutrien dari tanah. Ini merupakan
hubungan timbal balik, dengan tanaman menyediakan gula dari fotosintesis ke
fungi. Pada kasus ini, fungi sebenarnya tumbuh di dalam sel tanaman,
mengijinkannya bertukar nutrien dengan inang manakala mengirim sinyal yang menekan sistem immun tanaman.
Koalisi antara
organisme spesies yang sama juga berkembang. Kasus ekstrem ini adalah eusosialitas yang ditemukan pada serangga
sosial, seperti lebah, rayap, dan semut, di mana serangga mandul memberi makan dan menjaga
sejumlah organisme dalam koloni yang dapat berkembang biak. Pada skala yang
lebih kecil sel somatik yang menyusun tubuh seekor hewan
membatasi reproduksinya agar dapat menjaga organisme yang stabil, sehingga
kemudian dapat mendukung sejumlah kecil sel nutfah hewan untuk menghasilkan keturunan. Dalam kasus ini, sel
somatik merespon terhadap signal tertentu yang menginstruksikannya untuk tumbuh
maupun mati. Jika sel mengabaikan signal ini dan
kemudian menggandakan diri, pertumbuhan yang tidak terkontrol ini akan
menyebabkan kanker.
Kooperasi dalam
spesies diperkirakan berkembang melalui proses seleksi
sanak (kin
selection), di mana satu organisme berperan memelihara keturunan sanak
saudaranya. Aktivitas ini terseleksi karena apabila individu yang "membantu"
mengandung alel yang mempromosikan aktivitas bantuan, adalah mungkin bahwa
sanaknya "juga" mengandung alel ini, sehingga alel-alel
tersebut akan diwariskan. Proses lainnya yang mempromosikan kooperasi meliputi seleksi kelompok, di mana kooperasi memberikan keuntungan terhadap
kelompok organisme tersebut.
Pembentukan spesies baru (Spesiasi)
Empat mekanisme
spesiasi.
Spesiasi adalah proses suatu spesies
berdivergen menjadi dua atau lebih spesies. Ia telah terpantau berkali-kali
pada kondisi laboratorium yang terkontrol maupun di alam bebas. Pada organisme
yang berkembang biak secara seksual, spesiasi dihasilkan oleh isolasi reproduksi
yang diikuti dengan divergensi genealogis. Terdapat empat mekanisme spesiasi.
Yang paling umum terjadi pada hewan adalah spesiasi
alopatrik, yang terjadi
pada populasi yang awalnya terisolasi secara geografis, misalnya melalui fragmentasi
habitat atau migrasi.
Seleksi di bawah kondisi demikian dapat menghasilkan perubahan yang sangat
cepat pada penampilan dan perilaku organisme. Karena seleksi dan hanyutan
bekerja secara bebas pada populasi yang terisolasi, pemisahan pada akhirnya
akan menghasilkan organisme yang tidak akan dapat berkawin campur.
Mekanisme kedua
spesiasi adalah spesiasi
peripatrik, yang terjadi
ketika sebagian kecil populasi organisme menjadi terisolasi dalam sebuah
lingkungan yang baru. Ini berbeda dengan spesiasi alopatrik dalam hal ukuran
populasi yang lebih kecil dari populasi tetua. Dalam hal ini, efek pendiri menyebabkan spesiasi cepat melalui hanyutan genetika
yang cepat dan seleksi terhadap lungkang gen yang kecil.
Mekanisme
ketiga spesiasi adalah spesiasi parapatrik. Ia mirip dengan spesiasi peripatrik
dalam hal ukuran populasi kecil yang masuk ke habitat yang baru, namun berbeda
dalam hal tidak adanya pemisahan secara fisik antara dua populasi. Spesiasi ini
dihasilkan dari evolusi mekanisme yang mengurangi aliran genetika antara dua
populasi. Secara umum, ini terjadi ketika terdapat perubahan drastis pada
lingkungan habitat tetua spesies. Salah satu contohnya adalah rumput Anthoxanthum odoratum, yang dapat mengalami spesiasi
parapatrik sebagai respon terhadap polusi logam terlokalisasi yang berasal dari
pertambangan.] Pada kasus ini, tanaman berevolusi menjadi resistan
terhadap kadar logam yang tinggi dalam tanah. Seleksi keluar terhadap kawin
campur dengan populasi tetua menghasilkan perubahan pada waktu pembungaan,
menyebabkan isolasi reproduksi. Seleksi keluar terhadap hibrid antar dua
populasi dapat menyebabkan "penguatan", yang merupakan evolusi sifat
yang mempromosikan perkawinan dalam spesies, serta peralihan karakter, yang terjadi ketika dua spesies
menjadi lebih berbeda pada penampilannya.
Isolasi geografis burung Finch di Kepulauan
Galapagos menghasilkan
lebih dari satu lusin spesies baru.
Mekanisme
keempat spesiasi adalah spesiasi simpatrik, di mana spesies berdivergen tanpa
isolasi geografis atau perubahan pada habitat. Mekanisme ini cukup langka
karena hanya dengan aliran gen yang sedikit akan menghilangkan
perbedaan genetika antara satu bagian populasi dengan bagian populasi lainnya.
Secara umum, spesiasi simpatrik pada hewan memerlukan evolusi perbedaan
genetika dan perkawinan tak-acak, mengijinkan isolasi reproduksi
berkembang.
Salah satu
jenis spesiasi simpatrik melibatkan perkawinan silang dua spesies yang
berkerabat, menghasilkan spesies hibrid. Hal ini tidaklah umum terjadi pada
hewan karena hewan hibrid bisanya mandul. Sebaliknya, perkawinan silang umumnya
terjadi pada tanaman, karena tanaman sering menggandakan jumlah kromosomnya,
membentuk poliploid. Ini mengijinkan kromosom dari tiap
spesies tetua membentuk pasangan yang sepadan selama meiosis. Salah satu contoh
kejadian spesiasi ini adalah ketika tanaman Arabidopsis
thaliana dan Arabidopsis
arenosa berkawin silang, menghasilkan spesies baru Arabidopsis suecica.
Hal ini terjadi sekitar 20.000 tahun yang lalu, dan proses spesiasi ini telah
diulang dalam laboratorium, mengijinkan kajian mekanisme genetika yang terlibat
dalam proses ini. Sebenarnya, penggandaan kromosom dalam spesies merupakan
sebab utama isolasi reproduksi, karena setengah dari kromosom yang berganda
akan tidak sepadan ketika berkawin dengan organisme yang kromosomnya tidak
berganda.
Kepunahan
Fosil tarbosaurus. Dinosaurus non-aves yang mati pada peristiwa
kepunahan Kapur-Tersier pada akhir periode Kapur.
Kepunahan merupakan kejadian hilangnya
keseluruhan spesies. Kepunahan bukanlah peristiwa yang tidak umum, karena
spesies secara reguler muncul melalui spesiasi dan menghilang melalui
kepunahan. Sebenarnya, hampir seluruh spesies hewan dan tanaman yang pernah
hidup di bumi telah punah, dan kepunahan tampaknya merupakan nasib akhir semua
spesies. Kepunahan telah terjadi secara terus menerus sepanjang sejarah
kehidupan, walaupun kadang-kadang laju kepunahan meningkat tajam pada peristiwa
kepunahan massal. Peristiwa
kepunahan Kapur-Tersier adalah salah satu contoh kepunahan massal yang terkenal,
di mana dinosaurus menjadi punah. Namun peristiwa yang lebih awal, Peristiwan kepunahan Perm-Trias lebih buruk, dengan sekitar 96 persen
spesies punah. Peristiwa kepunahan Holosen merupakan kepunahan massal yang
diasosiasikan dengan ekspansi manusia ke seluruh bumi selama beberapa ribu
tahun. Laju kepunahan masa kini 100-1000 kali lebih besar dari laju latar, dan
sampai dengan 30 persen spesies dapat menjadi punah pada pertengahan abad
ke-21. Aktivitas manusia sekarang menjadi penyebab utama peristiwa kepunahan
yang sedang berlangsung ini. Selain itu, pemanasan global dapat mempercepat laju kepunahan lebih lanjut.
Peranan
kepunahan pada evolusi tergantung pada jenis kepunahan tersebut. Penyebab
persitiwa kepunahan "tingkat rendah" secara terus menerus (yang
merupakan mayoritas kasus kepunahan) tidaklah jelas dan kemungkinan merupakan
akibat kompetisi antar spesies terhadap sumber daya yang terbatas (prinsip hindar-saing). Jika kompetisi dari spesies lain
mengubah probabilitas suatu spesies menjadi punah, hal ini dapat menghasilkan
seleksi spesies sebagai salah satu tingkat seleksi alam.Peristiwa kepunahan
massal jugalah penting, namun daripada berperan sebagai gaya selektif, ia
secara drastis mengurangi keanekaragaman dan mendorong evolusi cepat secara
tiba-tiba serta spesiasi pada makhluk yang selamat dari kepunahan.
Sejarah evolusi kehidupan
Asal usul kehidupan
Asal usul kehidupan merupakan prekursor evolusi biologis, namun pemahaman
terhadap evolusi yang terjadi seketika organisme muncul dan investigasi
bagaimana ini terjadi tidak tergantung pada pemahaman bagaimana kehidupan
dimulai. Konsensus ilmiah saat ini adalah bahwa senyawa biokimia yang kompleks, yang menyusun kehidupan, berasal dari
reaksi kimia yang lebih sederhana. Namun belumlah jelas bagaimana hal itu
terjadi. Tidak begitu pasti bagaimana perkembangan kehidupan yang paling awal,
struktur kehidupan pertama, ataupun identitas dan ciri-ciri dari leluhur
universal terakhir dan lungkang gen leluhur. Oleh karena itu, tidak terdapat konsensus ilmiah
yang pasti bagaimana kehidupan dimulai, namun terdapat beberapa proposal yang
melibatkan molekul swa-replikasi (misalnya RNA) dan perakitan sel sederhana.
Nenek moyang bersama
Semua organisme di bumi merupakan keturunan dari leluhur atau
lungkang gen leluhur yang sama. Spesies masa kini yang juga berada dalam proses
evolusi dengan keanekaragamannya merupakan hasil dari rentetan peristiwa
spesiasi dan kepunahan. Nenek moyang
bersama organisme
pertama kali dideduksi dari empat fakta sederhana mengenai organisme. Pertama,
bahwa organisme-organisme memiliki distribusi geografi yang tidak dapat
dijelaskan dengan adaptasi lokal. Kedua, bentuk keanekaragaman hayati tidaklah
berupa organisme yang berbeda sama sekali satu sama lainnya, melainkan berupa
organisme yang memiliki kemiripan morfologis satu sama lainnya. Ketiga,
sifat-sifat vestigial dengan fungsi yang tidak jelas memiliki kemiripan dengan
sifat leluhur yang berfungsi jelas. Terakhir, organisme-organisme dapat
diklasifikasikan berdasarkan kemiripan ini ke dalam kelompok-kelompok hirarkis.
Spesies-spesies
lampau juga meninggalkan catatan sejarah evolusi mereka. Fosil, bersama dengan anatomi yang dapat dibandingkan dengan
organisme sekarang, merupakan catatan morfologi dan anatomi. Dengan
membandingkan anatomi spesies yang sudah punah dengan spesies modern, ahli
paleontologi dapat menarik garis keturunan spesies tersebut. Namun pendekatan
ini hanya berhasil pada organisme-organisme yang mempunyai bagian tubuh yang
keras, seperti cangkang, kerangka, atau gigi. Lebih lanjut lagi, karena
prokariota seperti bakteri dan arkaea hanya memiliki kemiripan morfologi bersama yang
terbatas, fosil-fosil prokariota tidak memberikan informasi mengenai
leluhurnya.
Baru-baru ini,
bukti nenek moyang bersama datang dari kajian kemiripan biokimia antar spesies. Sebagai contoh, semua sel hidup di dunia
ini mempunyai set dasar nukleotida dan asam amino yang sama. Perkembangan genetika
molekuler telah
menyingkap catatan evolusi yang tertinggal pada genom organisme, sehingga dapat diketahui kapan spesies
berdivergen melalui jam
molekul yang
dihasilkan oleh mutasi. Sebagai contoh, perbandingan urutan DNA ini telah
menyingkap kekerabatan genetika antara manusia dengan simpanse dan kapan nenek
moyang bersama kedua spesies ini pernah ada.
Evolusi kehidupan
Pohon evolusi yang menunjukkan divergensi
spesies-spesies modern dari nenek moyang bersama yang berada di tengahTiga domain diwarnai berbeda, dengan warna biru
adalah bakteri, hijau adalah arkaea, dan merah adalah eukariota.
Walaupun
terdapat ketidakpastian bagaimana kehidupan bermula, adalah umumnya diterima
bahwa prokariota hidup di bumi sekitar 3–4 milyar tahun
yang lalu. Tidak terdapat perubahan yang banyak pada morfologi atau organisasi sel yang terjadi pada organisme ini
selama beberapa milyar tahun ke depan.
Eukariota merupakan perkembangan besar pada
evolusi sel. Ia berasal dari bakteri purba yang ditelan oleh leluhur sel
prokariotik dalam asosiasi kooperatif yang disebut endosimbiosis. Bakteri yang ditelan dan sel inang
kemudian menjalani koevolusi, dengan bakteri berevolusi menjadi mitokondria ataupun hidrogenosom. Penelanan kedua secara terpisah pada
organisme yang mirip dengan sianobakteri mengakibatkan pembentukan kloroplas pada ganggang dan tumbuhan. Tidaklah diketahui kapan sel
pertama eukariotik muncul, walaupun sel-sel ini muncul sekitar 1,6 - 2,7 milyar
tahun yang lalu.
Sejarah
kehidupan masih berupa eukariota, prokariota, dan arkaea bersel tunggal sampai
sekitar 610 milyar tahun yang lalu, ketika organisme multisel mulai muncul di
samudra pada periode Ediakara. Evolusi multiselularitas terjadi pada banyak peristiwa yang
terpisah, terjadi pada organisme yang beranekaragam seperti bunga
karang, ganggang coklat, sianobakteri, jamur lendir, dan miksobakteri.
Segera sesudah
kemunculan organisme multisel, sejumlah besar keanekaragaman biologis muncul
dalam jangka waktu lebih dari sekitar 10 juta tahun pada perstiwa yang dikenal
sebagai ledakan Kambria. Pada masa ini, mayoritas jenis hewan modern muncul pada catatan fosil, demikian pula
garis silsilah hewan yang telah punah. Beberapa faktor pendorong ledakan
Kambria telah diajukan, meliputi akumulasi oksigen pada atmosfer dari fotosintesis. Sekitar 500 juta tahun yang lalu, tumbuhan dan fungi mengkolonisasi daratan, dan dengan
segera diikuti oleh arthropoda dan hewan lainnya. Hewan amfibi pertama kali muncul sekitar 300 juta tahun yang lalu,
diikuti amniota, kemudian mamalia sekitar 200 juta tahun yang lalu, dan aves sekitar 100 juta tahun yang lalu. Namun, walaupun
terdapat evolusi hewan besar, organisme-organisme yang mirip dengan organisme
awal proses evolusi tetap mendominasi bumi, dengan mayoritas biomassa dan spesies bumi berupa prokariota.
Tanggapan sosial dan budaya
Seiring dengan
penerimaan "Darwinisme" yang meluas pada 1870-an, karikatur Charles Darwin dengan tubuh kera atau monyet menyimbolkan evolusi.
Pada abad
ke-19, terutama semenjak penerbitan buku Darwin "The Origin of
Species",
pemikiran bahwa kehidupan berevolusi mendapat banyak kritik dan menjadi tema
yang kontroversial. Namun demikian, kontroversi ini pada umumnya berkisar pada
implikasi teori evolusi di bidang filsafat, sosial, dan agama. Di dalam komunitas ilmuwan, fakta bahwa organisme berevolusi telah diterima secara
luas dan tidak mendapat tantangan. Walaupun demikian, evolusi masih menjadi
konsep yang diperdebatkan oleh beberapa kelompok agama.
Manakala
berbagai kelompok agama berusaha menyambungkan ajaran mereka dengan teori
evolusi melalui berbagai konsep evolusi teistik, terdapat banyak pendukung ciptaanisme yang percaya bahwa evolusi berkontradiksi dengan mitos penciptaan yang ditemukan pada ajaran agama mereka. Seperti yang
sudah diprediksi oleh Darwin, implikasi yang paling kontroversial adalah asal usul manusia. Di beberapa negara, terutama di
Amerika Serikat, pertentangan antara agama dan sains telah mendorong kontroversi
penciptaan-evolusi, konflik keagamaan yang berfokus pada politik dan pendidikan Manakala bidang-bidang sains lainnya seperti kosmologidan ilmu bumijuga bertentangan dengan interpretasi literal banyak teks
keagamaan, biologi evolusioner mendapatkan oposisi yang lebih signifikan.
Beberapa contoh
kontroversi tak beralasan yang diasosiasikan dengan teori evolusi adalah "Darwinisme sosial", istilah yang diberikan kepada
teori Malthusianisme yang dikembangkan oleh Herbert Spencer mengenai sintasan yang terbugar (survival of the fittest) dalam
masyarakat, dan oleh lainnya mengklaim bahwa kesenjangan sosial, rasisme, dan imperialisme oleh karena itu dibenarkan. Namun, pemikiran-pemikiran
ini berkontradiksi dengan pandangan Darwin itu sendiri, dan ilmuwan berserta
filsuf kontemporer menganggap pemikiran ini bukanlah amanat dari teori evolusi
maupun didukung oleh data.
Aplikasi
Aplikasi utama
evolusi pada bidang teknologi adalah seleksi buatan, yakni seleksi terhadap sifat-sifat tertentu pada sebuah
populasi organisme yang disengajakan. Manusia selama beberapa ribu tahun telah
menggunakan seleksi buatan pada domestikasi tumbuhan dan hewan. Baru-baru ini, seleksi buatan
seperti ini telah menjadi bagian penting dalam rekayasa genetika, dengan penanda terseleksi seperti gen resistansi antibiotik
digunakan untuk memanipulasi DNA pada biologi molekuler.
Karena evolusi
dapat menghasilkan proses dan jaringan yang sangat optimal, ia memiliki banyak
aplikasi pada ilmu komputer. Pada ilmu komputer, simulasi evolusi
yang menggunakan algoritma evolusi dan kehidupan buatan dimulai oleh Nils Aall Barricelli pada tahun 1960-an,
dan kemudian diperluas oleh Alex
Fraser yang
mempublikasi berbagai karya ilmiah mengenai simulasi seleksi buatan. Seleksi buatan menjadi metode optimalisasi yang dikenal luas oleh hasil
kerja Ingo Rechenberg pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, yang
menggunakan strategi evolusi untuk menyelesaikan masalah teknik yang kompleks. Algoritma genetika utamanya, menjadi populer oleh karya
tulisan John Holland. Seiring dengan meningkatnya ketertarikan akademis,
peningkatan kemampuan komputer mengijinkan aplikasi yang praktis, meliputi
evolusi otomatis program komputer. Algoritma evolusi sekarang digunakan untuk
menyelesaikan masalah multidimensi. Penyelesaian menggunakan algoritma ini
lebih efisien daripada menggunakan perangkat lunak yang diproduksi oleh
perancang manusia. Selain itu, ia juga digunakan untuk mengoptimalkan desain
sistem
Sumber :
1.
^ a b c Futuyma, Douglas
J. (2005). Evolution.
Sunderland, Massachusetts: Sinauer Associates, Inc. ISBN 0-87893-187-2.
2.
^ a b Lande R, Arnold SJ (1983). "The measurement of
selection on correlated characters". Evolution 37: 1210–26}.
doi:10.2307/2408842.
3.
^ Ayala FJ (2007). "Darwin's greatest discovery: design without
designer". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 104 Suppl 1: 8567–73. doi:10.1073/pnas.0701072104. PMID 17494753.
5.
^ Ian C. Johnston (1999). "History of Science: Early Modern Geology". Malaspina University-College. Diakses 2008-01-15.
6.
^ Bowler, Peter J. (2003). Evolution:The History of an Idea.
University of California Press. ISBN 0-52023693-9.
7.
^ a b c Darwin, Charles (1859). On the Origin of Species (ed. 1st). London: John Murray.
hlm. 1.. Related earlier ideas were acknowledged in Darwin, Charles (1861). On the Origin of Species (ed. 3rd). London: John Murray. xiii.
8.
^ AAAS Council (December 26, 1922). "AAAS Resolution: Present Scientific Status of the
Theory of Evolution". American Association for the Advancement of Science.
9.
^ a b "IAP Statement on the Teaching of Evolution" (PDF). The Interacademy Panel on
International Issues. 2006. Diakses 2007-04-25. Joint statement issued by the
national science academies of 67 countries, including the United Kingdom's Royal Society
10.
^ a b Board of Directors, American Association for the
Advancement of Science (2006-02-16). "Statement on the Teaching of Evolution" (PDF). American Association for the
Advancement of Science. from the world's largest general scientific society
11.
^ "Statements from Scientific and Scholarly
Organizations". National Center for Science Education.
12.
^ a b c d e Kutschera U, Niklas K (2004). "The modern theory of
biological evolution: an expanded synthesis". Naturwissenschaften 91
(6): 255–76. doi:10.1007/s00114-004-0515-y. PMID 15241603.
15.
^ Wright, S (1984). Evolution and the Genetics of
Populations, Volume 1: Genetic and Biometric Foundations. The University of
Chicago Press. ISBN 0-226-91038-5.
16.
^ Zirkle C (1941). "Natural Selection before the
"Origin of Species"". Proceedings of the American
Philosophical Society 84 (1): 71–123.
17.
^ Muhammad Hamidullah and Afzal Iqbal (1993), The
Emergence of Islam: Lectures on the Development of Islamic World-view, Intellectual
Tradition and Polity, p. 143-144. Islamic Research Institute, Islamabad.
19.
^ Terrall, M (2002). The Man Who Flattened the Earth:
Maupertuis and the Sciences in the Enlightenment. The University of Chicago
Press. ISBN 978-0226793610.
20.
^ Wallace, A; Darwin, C (1858). "On the Tendency of Species to form Varieties, and on
the Perpetuation of Varieties and Species by Natural Means of Selection". Journal of the Proceedings of the
Linnean Society of London. Zoology 3: 53–62. doi:10.1098/rsnr.2006.0171. Diakses 2007-05-13.
21.
^ Darwin, Charles (1872). "Effects of the increased Use and Disuse of Parts, as
controlled by Natural Selection". The
Origin of Species. 6th edition, p. 108. John Murray. Diakses 2007-12-28.
22.
^ Leakey, Richard E.; Darwin, Charles (1979). The
illustrated origin of species. London: Faber. ISBN 0-571-14586-8. p. 17-18
23.
^ Ghiselin, Michael T. (September/Oktober 1994), "Nonsense in schoolbooks: 'The Imaginary Lamarck'", The
Textbook Letter, The Textbook League (dipublikasi September/Oktober 1994), diakses pada 23
Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar